Hasil studi berjudul Pertahanan Ibu Kota Negara: Strategis dan Gelar Militer oleh Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) dan Center of Business and Diplomatic Studies (CBDS) Binus University merekomendasikan adanya kebutuhan perubahan paradigma strategi pertahanan terhadap Ibu Kota Nusantara (IKN). Dosen Hubungan Internasional Binus University Curie Maharani dalam pemaparannya mengatakan studi merekomendasikan perubahan paradigma strategi pertahanan mendalam yang bersandar kepada Angkatan Darat menjadi strategi anti access dan penangkalan yang lebih bertumpu kepada Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar bertajuk Mengkaji Strategi Pertahanan Ibu Kota Nusantara yang pada Selasa (21/6/2022).
"Perubahan geografi militer dan karakter ancaman meniscayakan perubahan paradigma menjadi paradigma baru yang menggeser strategi dari yang awalnya adalah pertahanan mendalam bersandar kepada Angkatan Darat menjadi strategi anti access dan penangkalan yang lebih bertumpu kepada Angkatan Udara dan Angkatan Laut," kata Curie. Setidaknya, kata dia, ada tiga pertimbangan yang mendasari kebutuhan perubahan paradigma strategi tersebut. Pertama, kata dia, dekonsentrasi center of gravity.
"Karena nanti Nusantara akan berfungsi sebagai pusat pemerintahan sedangkan pusat ekonomi tetap di Jakarta dan di Jawa," lanjut dia. Kedua, kata dia, kerawanan IKN dari ancaman udara yang mampu menaklukan tirani kedalaman strategis dengan cepat. "Terakhir adalah pertahanan IKN itu memang membutuhkan strategi komprehensif yang tidak boleh terpisahkan dari strategi pertahanan negara yang bercirikan perang semesta, defensif aktif, dan pertahanan berlapis," lanjut dia.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tingkat operasionalisasi paradigma baru tersebut. Salah satunya adalah pergeseran gelar kepada kemampuan yang menuntut penguatan pangkalan aju dan kemampuan operasi gabungan dengan mobilitas strategis. Tujuannya, kata dia, adalah mencegah pertempuran untuk menyentuh ruang strategis ibu kota.
Selain itu, lanjut dia, memberi waktu yang diperlukan untuk evakuasi guna menyelamatkan VIP ke tempat aman atau idealnya merupakan IKN Darurat yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Curie menjelaskan studi tersebut dilakukan di antaranya karena rencana perpindahan Ibukota dari Jakarta menuju Nusantara menunculkan kerawanan kerawanan baru. Sehingga, kata dia, studi tersebut mempertanyakan kembali apakah strategi dan gelar pertahanan IKN yang ada sekarang masih tetap dibutuhkan atau harus dikaji ulang.
Kedua, kata dia, secara khusus strategi pertahanan ibu kota megara belum menjadi perhatian utama dalam literatur mengenai perang. Padahal, kata dia, ibu kota negara memiliki beberapa kekhasan misalnya kompleksitas perang kota yang sekarang berlangsung di Ukraina dan Rusia. Kemudian, kata dia, ada perlindungan VIP yang terkait dengan struktur pemerintahan dan politik suatu negara.
Selanjutnya, kata Curie, adanya konsentrasi center of gravity yan kemudian menjadi sumber kekuatan atau kelemahan yang apabila diserang bisa meruntuhkan daya juang suatu negara. Sejauh yang mereka kaji, lanjut Curie, belum ada studi yang memunculkan faktor determinan efektivitas pertahanan ibukota. "Pembahasan perang baru dikaitkan dengan konsep seperti center of gravity, fortifikasi, geografi militer, kedalaman strategis, dan sejenisnya," kata dia.
Pertanyaan yang hendak dijawab dalam studi tersebut, kata dia, adalah bagaimana pola pola pertempuran Ibu Kota Negara dikaitkan dengan operasionalisasi konsep geografi, militer, dan juga konsentrasi CoG. Dari sana, tim peneliti kemudian menyusun skenario kerawanan ibu kota dan memunculkan satu rekomendasi mengenai strategi pertahanan Ibu Kota Nusantara. Kajian tersebut, kata dia, bersandar pada metode ilmiah dan metodologi yang diharapkan bisa dipertanggungjawabkan dan direplikasi oleh peneliti lainnya.
"Novelty atau kebaruan dari kajian ini terletak pada data set pertempuran IKN dan Ibu Kota Darurat yang kami bangun dan kembangkan dari data set perang yang dibatasi pada periode 1910 sampai 2007," kata Curie. Dari data set tersebut, lanjut dia, kemudian dilakukan seleksi terhadap perang mana saja yang memang ada serangan terhadap ibu kota. Data set tersebut, kata dia, kemudian dimutakhirkan sampai tahun 2021.
Pada akhirnya, kata dia, tim mengubah unit analisisnya dari perang atau kampanye pada level strategis menjadi pertempuran ibu kota pada level yang taktikal. "Hasilnya adalah 152 pertempuran di 67 negara. Sedangkan data set IKN darurat itu kami buat berdasarkan 17 negara," kata Curie. Selain itu, kata dia, tim peneliti juga mengembangkan delapan skenario pertempuran ibu kota.
Awalnya, kata Curie, tim berniat untuk mengidenfikasi faktor faktor keberhasilan pertahanan IKN. Namun demikian, lanjut dia, ternyata hal tersebut sulit dilakukan. "Makanya tidak ada satu pun korelasi yang kami lakukan itu memunculkan hasil yang signifikan sehingga kemudian kami hanya mengambil beberapa example cases untuk melihat variasi yang ada," kata dia.
Selain itu, kata dia, tim juga mengkaji dampak perubahan karakter geografi militer dan ancaman IKN yang lama dan yang akan datang. Tim, kata dia, juga mengidentifikasi gap dari aturan aturan yang ada dan juga melihat dari sejarah pertahanan ibu kota negara. "Kami juga kemudian mengkaji relevansi dari gelar dan strategi pertahanan ibu kota yang sekarang dan kemudian memunculkan kebutuhan perubahan paradigma," kata Curie.